TANGERANG SELATAN – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 hari ini dimulai di Kota Tangerang Selatan, Banten. Hari pertama dimulai, ternyata mendapat sorotan tajam dari masyarakat. Banyak pengaduan masyarakat yang masuk terkait dengan minimnya daya tampung sekolah yang disediakan oleh Pemkot Tangsel.
“Kebijakan Pemerintah Kota Tangsel dinilai belum menjamin dan melindungi hak anak atas layanan pendidikan yang adil dan setara, terutama bagi anak-anak yang berasal dari kelompok rentan putus sekolah dan juga lulusan madrasah,” ujar Miftahul Khoir, Wakil Ketua Ikatan Sarjana NU (ISNU) Kota Tangerang Selatan.
Pernyataan ini didasarkan pada beberapa fakta pendukung yang menunjukkan layanan Pendidikan di Tangsel belum berpihak pada semua anak, sebagaimana diamanahkan dalam UUD 1945 ayat 31.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Misalnya dari sisi daya tamppung sekolah negeri. Saat ini, daya tampung SMP Negeri (SMPN) di Tangsel sangat terbatas. Dari total sekitar 25.000 lulusan SD/MI tahun ini, hanya sekitar 30% atau sekitar 7.500 anak yang dapat ditampung di SMPN yang ada. Hal ini menciptakan kesenjangan besar dalam akses pendidikan menengah pertama.
Untuk menutupi kekurangan daya tampung ini, Pemkot Tangsel melibatkan 91 sekolah swasta yang diminta membuka dua kelas tambahan. Namun, tambahan daya tampung dari 91 sekolah ini hanya mampu menampung sekitar 17% dari kekurangan yang ada. Tambahannya sangat sedikit sekali. Angka ini masih jauh dari memadai dan tidak menjawab persoalan struktural akses pendidikan.
“Kebijakan ini juga menuai kekecewaan publik karena dinilai diskriminatif. Madrasah swasta tidak dilibatkan dalam skema penambahan daya tampung, meskipun memiliki potensi besar untuk membantu menampung peserta didik baru. Praktik ini memperlihatkan sikap menganak-tirikan madrasah, padahal madrasah merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional dan memiliki kontribusi nyata dalam mencerdaskan anak bangsa,” kata Miftah.
Ironisnya, di tengah krisis daya tampung ini, jumlah anak putus sekolah di Tangsel mencapai 10.273 anak (Kemendikdasmen, 2025). Jika tidak ada kebijakan afirmatif yang inklusif dan adil, angka ini berpotensi terus meningkat.
Karena itu, ISNU Tangsel mendesak Pemkot Tangsel untuk:
- Melibatkan madrasah swasta secara aktif dalam kebijakan penambahan daya tampung siswa.
- Menyusun peta kebutuhan layanan pendidikan dasar secara menyeluruh dan jangka panjang.
- Meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Agama agar madrasah mendapatkan dukungan dan perlakuan setara dengan sekolah.
- Menjamin bahwa setiap anak Tangsel, tanpa terkecuali, mendapatkan hak atas pendidikan yang bermutu dan tanpa diskriminasi.
- Tak hanya memberikan bantuan pembiayaan, Pemkot tangsel wajib membiayai penuh (full cover) kebutuhan anak yang bersekolah di sekolah/madrasah swasta. Sebab, ini adalah amanah pasal 32 ayat 2 UU Sisdiknas dan juga amar putusan MK soal sekolah gratis di swasta.
Pendidikan adalah hak setiap anak dan kewajiban negara untuk memenuhinya. Kebijakan yang diskriminatif hanya akan memperlebar jurang ketimpangan dan menghambat upaya mewujudkan kota yang inklusif dan berkeadilan.
Narahubung:
Miftahul Khoir, Wakil Ketua ISNU Kota Tangsel. 081282682124.
Penulis : abdul
Editor : Spn
Sumber Berita : duadimensi.com