KABUPATEN SERANG BANTEN – Himpunan Mahasiswa Petir (HMP) kembali menyuarakan kegelisahan mendalam atas kebijakan Pemerintah Kabupaten Serang yang dinilai tidak pro-rakyat. Kali ini, sorotan tajam dialamatkan pada alokasi anggaran Sekretariat Daerah (Setda) tahun 2026 yang mencapai angka fantastis Rp76,15 miliar, sebagaimana tercantum dalam dokumen NK RAPBD.
Ketua Umum HMP, Tazkia Aulia, dengan nada prihatin mengungkapkan bahwa besarnya anggaran Setda di bawah kepemimpinan Zaldi Duhana ini sangat kontras dengan kondisi riil masyarakat Kabupaten Serang yang masih bergelut dengan berbagai persoalan mendasar. Mulai dari angka pengangguran yang tinggi, lapangan pekerjaan yang minim dan tidak layak, hingga masalah lingkungan yang semakin memburuk seperti ketersediaan tempat pembuangan sampah (TPS) yang tidak memadai dan menimbulkan berbagai dampak negatif bagi kesehatan dan kenyamanan warga. Sabtu, 15/11/2025.
“Bagaimana mungkin, di saat saudara-saudara kita masih kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, pemerintah daerah justru mengalokasikan anggaran yang begitu besar untuk kepentingan internal birokrasi?” tanya Tazkia dengan nada retoris.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih lanjut, Tazkia merinci bahwa dari total anggaran Rp76,15 miliar tersebut, Rp36,36 miliar dialokasikan untuk belanja gaji dan tunjangan aparatur Setda, sementara Rp39,79 miliar dialokasikan untuk belanja operasional. Angka ini dinilai sangat janggal dan tidak sejalan dengan semangat efisiensi anggaran yang terus digaungkan oleh pemerintah pusat.
“Pemerintah pusat sudah berkali-kali mengingatkan tentang pentingnya efisiensi anggaran dan prioritas pada belanja publik yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat. Tapi, apa yang kita lihat di daerah justru sebaliknya. Kenyamanan dan fasilitas birokrasi kembali ditempatkan di atas kesejahteraan rakyat,” tegas Tazkia.
Dalam pernyataan resminya, Tazkia Aulia menyampaikan kritik keras terhadap kebijakan anggaran yang dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil.
“Kami mengingatkan kepada seluruh pemangku kebijakan di Kabupaten Serang, bahwa APBD bukanlah dana pribadi yang bisa digunakan sesuka hati. APBD adalah amanah dari rakyat, yang harus dikelola secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas. Di tengah penderitaan dan kesulitan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat Kabupaten Serang, menaikkan atau mempertahankan anggaran operasional Setda sebesar ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap nurani publik.
Lebih jauh ia menjelaskan, Tidak ada alasan bagi pemerintah daerah untuk mengabaikan seruan efisiensi dari pemerintah pusat,” ujarnya dengan nada bersemangat.
Tazkia juga menyoroti bahwa alokasi anggaran belanja operasional Setda yang mencapai hampir Rp40 miliar perlu dipertanyakan urgensi dan efektivitasnya. Ia menilai bahwa dana sebesar itu seharusnya bisa dialihkan untuk program-program yang lebih bermanfaat dan berdampak langsung bagi masyarakat, seperti pelatihan keterampilan untuk mengurangi pengangguran, pemberian modal usaha bagi pelaku UMKM, atau perbaikan infrastruktur lingkungan seperti pembangunan TPS yang representatif di setiap desa.
“Kami mempertanyakan, apa urgensinya belanja operasional Setda mencapai hampir Rp40 miliar? Apakah dana sebesar itu benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat, atau justru hanya untuk membiayai kegiatan-kegiatan seremonial yang tidak jelas manfaatnya?” tanya Tazkia.
Himpunan Mahasiswa Petir menekankan bahwa perencanaan anggaran daerah tidak boleh hanya didasarkan pada kalkulasi administratif semata, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek moral dan tanggung jawab sosial. Pemerintah daerah seharusnya memberikan teladan yang baik dalam hal efisiensi dan penghematan anggaran, bukan justru memperlebar jurang antara kenyamanan pejabat dan penderitaan masyarakat.
Untuk itu, Himpunan Mahasiswa Petir mendesak Pemerintah Kabupaten Serang untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap anggaran Setda tahun 2026. HMP menuntut agar pemerintah daerah merevisi dan mengembalikan arah kebijakan anggaran kepada jalur yang benar, yaitu berpihak pada kepentingan rakyat, bukan pada kenyamanan internal birokrasi.
“Kami menuntut agar anggaran Setda dievaluasi secara menyeluruh. Jika memang ada pos-pos anggaran yang tidakPrioritaskan anggaran untuk mengatasi persoalan nyata masyarakat, seperti pengangguran, minimnya lapangan pekerjaan, dan buruknya pengelolaan lingkungan termasuk ketersediaan TPS di berbagai wilayah,” pungkas Tazkia.




























