MEDAN, SUMUT – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) dinilai melanggar ketentuan perundang-undangan dalam proses pengajuan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang penambahan penyertaan modal ke PT Bank Sumut. Kritik tersebut disampaikan Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Sutrisno Pangaribuan, menyusul pemberitaan resmi Pemprov Sumut di laman infosumut.id pada Jumat (14/11/2025).
Dalam pemberitaan tersebut dijelaskan bahwa Pemprov Sumut mengajukan Ranperda penyertaan modal melalui pemanfaatan aset daerah berupa tanah dan bangunan. Ranperda itu disampaikan Wakil Gubernur (Wagub) Sumut, Surya, dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Sumut, Erni Ariyanti.
Sutrisno Pangaribuan menegaskan bahwa langkah tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang telah beberapa kali diubah, terakhir melalui UU Nomor 13 Tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Advertesment
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Pasal 75 ayat (1) beserta penjelasannya, pembahasan Ranperda dapat diwakilkan kepada pejabat lain, namun pengajuan dan pengambilan keputusan wajib dilakukan langsung oleh gubernur.
“Paripurna Tidak Sah, Harus Diulang”
Sutrisno menilai, karena Ranperda tersebut diajukan oleh Wakil Gubernur, maka sidang paripurna pengajuan Ranperda tidak sah.
“Jika mengacu pada ketentuan tersebut, maka paripurna penyampaian Ranperda penyertaan modal ke Bank Sumut tidak memenuhi syarat keabsahan. Seluruh proses harus dimulai ulang, dan pengajuan Ranperda harus disampaikan langsung oleh Gubernur. Tidak ada opsi lain,” tegasnya.
Ia kemudian mengingatkan bahwa baik Gubernur Bobby Afif Nasution maupun Wagub Surya, yang pernah menjabat sebagai kepala daerah di tingkat kabupaten/kota, seharusnya memahami ketentuan tersebut. Hal itu merujuk pada Pasal 77, yang menyatakan bahwa aturan pengajuan Ranperda di provinsi berlaku pula bagi kabupaten/kota secara mutatis mutandis.
UU Lebih Tinggi dari Tata Tertib DPRD
Sutrisno juga mengkritik DPRD Sumut yang dinilai terlalu berpegang pada Tata Tertib DPRD tanpa mengacu pada ketentuan undang-undang yang lebih tinggi.
“Pimpinan DPRD Sumut tidak boleh menjadikan Tatib sebagai satu-satunya rujukan. Kedudukan UU No. 12 Tahun 2011 dan perubahannya jauh lebih tinggi. Paripurna yang tidak sesuai ketentuan undang-undang jelas cacat prosedur,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa kesalahan prosedural seperti ini seharusnya dapat dihindari apabila seluruh pihak memahami peran kepala daerah dalam pengajuan Ranperda, sebagaimana telah diatur dalam undang-undang.
Penulis : mansur lubis
Editor : pjm
Sumber Berita : duadimensi.com





























