KOTA TANGERANG – Rencana aksi mahasiswa di Kota Tangerang menyoroti besarnya gaji dan tunjangan anggota DPRD bakal digelar. Mereka juga mendesak untuk mengkaji Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 15 tahun 2025 yang menjadi dasar pembayaran tunjangan tersebut.
Isu ini memicu perdebatan di kalangan publik, terutama soal beban APBD dan persepsi keadilan di tengah kebutuhan masyarakat yang masih tinggi.
Sejumlah mahasiswa menilai jumlah itu terlalu besar. Menurut mereka, dana yang dialokasikan untuk tunjangan DPRD lebih baik diprioritaskan untuk sektor pendidikan, kesehatan, atau bantuan sosial. Sehingga banyak pihak yang mendesak agar tunjangan tersebut bisa dicabut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengamat Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul mengatakan bahwa kritik mahasiswa bisa dimaknai sebagai bentuk kontrol terhadap kebijakan. Namun ia menegaskan, besaran gaji dan tunjangan DPRD tidak sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah kota.
“Secara regulasi, gaji dan tunjangan DPRD diatur lewat PP dan Permendagri. Perwal hanya sifatnya teknis, jadi kalau minta dicabut itu tidak sederhana. Tidak ujug-ujug Pemkot DPRD bisa menentukan sendiri aturan gaji ini. Ada asistensi ke Propinsi hingga ke Pusat,” jelasnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu 7 Agustus 2025.
Oleh karenanya Adib berharap agar ada kajian terlebih dahulu sehingga gaji dan tunjangan anggota dewan bisa dianggap sesuai dengan beban kerja dan juga tanggung jawabnya. “Kalau perlu dikaji ulang, sehingga gaji dan tunjangan dewan bisa sesuai dengan beban dan tanggung jawab mereka,” ungkapnya.
“Atau pemerintah pusat bisa juga membuat aturan terkait standarisasi gaji dan tunjangan dewan sehingga tidak kesenjangan antar daerah,” imbuhnya.
Adib menilai isu ini berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap DPRD maupun pemerintah daerah jika tidak dikelola dengan baik.
“Persepsi publik penting. Walaupun secara persentase belanja DPRD kecil dibandingkan total APBD, angkanya tetap terlihat besar bagi masyarakat. Karena itu DPRD harus lebih aktif menjelaskan ke publik, lebih transaparan dan partisipatif,” katanya.
Adib menambahkan bahwa fokus utama seharusnya bukan hanya soal nominal, tetapi juga bagaimana kinerja DPRD dan transparansi anggaran.
“Kalau tunjangan besar tapi kinerja tidak dirasakan publik, kritik akan semakin kuat. Maka, solusinya adalah keterbukaan data dan evaluasi kinerja, bukan sekadar saling menyalahkan,” ungkapnya.
Dalam APBD Kota Tangerang, alokasi belanja DPRD disebut hanya sekitar lima persen. Sebagian besar anggaran diarahkan untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pelayanan publik. Namun bagi masyarakat, angka nominal yang tinggi tetap menjadi sorotan.
Penulis : abdul
Editor : pjm
Sumber Berita : duadimensi.com