PURWAKARTA – Hujan berintensitas tinggi yang mengguyur Kabupaten Purwakarta pada Minggu sore (28/12/2025) kembali mengungkap persoalan klasik infrastruktur. Sejumlah ruas jalan dari berbagai arah menuju pusat Kota Purwakarta terendam banjir, bahkan genangan air terjadi di jalan-jalan utama yang baru saja diperbaiki.
Kondisi tersebut diduga kuat akibat buruknya perencanaan sistem drainase yang tidak memperhitungkan kapasitas daya tampung serta volume debit air. Saluran drainase yang sempit membuat aliran air tersendat, sehingga meluap ke badan jalan dan menyebabkan genangan cukup parah.
Pengamat kebijakan publik, Agus M. Yasin, menilai banjir yang terus berulang di ruas jalan yang telah diperbaiki menunjukkan kesalahan mendasar dalam perencanaan pembangunan.
“Secara logika sederhana, jika jalan sudah diperbaiki namun tetap tergenang setiap hujan turun, maka masalah utamanya jelas bukan pada badan jalan, melainkan pada drainase yang tidak berfungsi atau tidak pernah ditangani dengan benar,” ujar Agus saat dimintai keterangan, Senin (29/12/2025).
Menurutnya, dalam kaidah teknik sipil, drainase merupakan komponen vital yang menentukan ketahanan dan usia jalan. Perbaikan jalan tanpa disertai pembenahan drainase dinilai hanya bersifat sementara dan tidak menyentuh akar persoalan.
“Jalan yang terus-menerus terendam air akan mengalami kerusakan struktural, mulai dari retak, pengelupasan aspal, hingga munculnya lubang dalam waktu singkat. Artinya, perbaikan jalan tanpa penanganan drainase hanya akan melahirkan kerusakan berulang dan pemborosan anggaran,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Advertesment
SCROLL TO RESUME CONTENT
Agus juga menyoroti lemahnya koordinasi antar bidang di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis terkait. Menurutnya, jalan dan drainase seharusnya direncanakan sebagai satu sistem terpadu, bukan dikerjakan secara terpisah tanpa kejelasan skema, waktu, dan tanggung jawab pelaksanaan.
“Fakta masih terendamnya jalan yang baru diperbaiki menunjukkan perencanaan yang tidak berbasis kondisi lapangan serta lemahnya koordinasi antar OPD. Ini bukan sekadar kesalahan teknis, tapi juga persoalan tata kelola,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Agus mengingatkan bahwa proyek perbaikan jalan yang tetap kebanjiran berpotensi menjadi proyek simbolik—sekadar menampilkan aktivitas fisik tanpa menyelesaikan masalah utama.
“Pola seperti ini tidak hanya merugikan masyarakat sebagai pengguna jalan, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan,” pungkasnya.
Penulis : asbud
Editor : pjm
Sumber Berita : duadimensi.com





























