Pilar Keempat Negara Yang Terluka

- Jurnalis

Selasa, 22 April 2025 - 21:54 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Tundra Meliala
Ketua Umum Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) Pusat

Di tengah gempuran informasi yang berseliweran di layar gawai kita, tak mudah lagi membedakan mana berita yang mencerahkan dan mana yang membawa agenda tersembunyi. Pers, yang seharusnya menjadi pilar keempat demokrasi, kini berada dalam posisi yang membingungkan: ditinggikan secara normatif, tetapi dalam praktik kerap tergelincir dalam pusaran kepentingan.

Sudah lama kita menerima dogma bahwa pers sejajar dengan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Fungsinya mulia: mengawasi kekuasaan, menyediakan informasi yang jernih, membongkar kebenaran yang tersembunyi, mendorong transparansi, serta mewakili suara rakyat. Namun, bagaimana bila pilar ini retak karena praktik yang justru mencederai semangat kebebasan itu sendiri?

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kasus wartawan TB dari Jak TV yang dituding menerima ratusan juta rupiah dari dua advokat untuk menyebar berita negatif tentang Kejaksaan Agung, membuka kembali kotak pandora jurnalisme pesanan. Bila tuduhan ini terbukti benar, maka yang rusak bukan hanya nama baik sang wartawan atau medianya, tapi juga kepercayaan publik terhadap media secara keseluruhan.

Tentu, harus diakui bahwa wartawan memiliki hak dan mandat untuk mengkritisi institusi negara. Namun, bila motivasi penyiaran berita lahir dari transaksi tersembunyi—bukan dari semangat mencari kebenaran—maka itu bukan lagi kontrol sosial, melainkan manipulasi informasi.

Baca Juga :  100 Hari Kerja Sachrudin-Maryono, Ulama Apresiasi Langkah Awal dan Serukan Konsistensi

Beberapa yang membela menyatakan bahwa benar tidaknya suatu berita seharusnya dinilai oleh Dewan Pers, bukan aparat penegak hukum. Argumen ini masuk akal dalam konteks kemerdekaan pers. Tapi bagaimana bila persoalannya bukan sekadar isi berita, melainkan motivasi pembuatannya yang berbasis sogokan? Maka etika dan hukum berjalan seiring. Sebuah berita bisa saja faktual, tetapi bila dibuat atas dasar imbalan, ia sudah ternoda sejak awal.

Bukan rahasia lagi bahwa praktik “berita pesanan” bukan hal baru. Di musim pemilu, kita melihat bagaimana media digunakan sebagai alat kampanye terselubung, bahkan kampanye hitam. Wartawan dan media menjadi pemain dalam kontestasi politik dan ekonomi. Mereka bisa membesarkan atau meruntuhkan reputasi seseorang hanya dalam satu siaran atau satu artikel.

Sebagian mungkin berdalih: inilah era digital, di mana siapa pun bisa jadi wartawan, siapa pun bisa bikin media. Memang benar. Tapi justru karena itulah, kita harus lebih tegas dalam membedakan antara jurnalisme sejati dan produksi konten yang berbalut agenda tersembunyi.

Baca Juga :  Hari Pers Dunia : Disrupsi Digital dan Merosotnya Idealisme

Pendidikan jurnalistik yang serius, verifikasi perusahaan media yang ketat, dan seleksi wartawan dengan standar tinggi adalah keniscayaan. Tapi tanpa penegakan kode etik yang konsisten dan tegas, semua itu hanya jadi formalitas.

Tantangan terberat pers saat ini bukan hanya tekanan dari luar, tapi godaan dari dalam. Godaan untuk tunduk pada pemilik modal, pada rating, pada klik dan likes. Ketika wartawan mulai bekerja demi bayaran, bukan demi kebenaran, maka publiklah yang paling dirugikan.

Jika kita masih percaya bahwa demokrasi membutuhkan media yang bebas dan independen, maka kita pun harus berani menegakkan standar yang tinggi untuk mereka yang mengaku sebagai penjaga pilar keempat. Kita tak butuh lebih banyak media—kita butuh media yang lebih jujur. Kita tak butuh lebih banyak wartawan—kita butuh wartawan yang berintegritas.

Dan untuk itu, publik juga punya peran. Bukan hanya mengkonsumsi berita, tapi juga mengkritisinya. Bukan hanya menikmati sensasi, tapi juga menuntut transparansi.

Pilar keempat mungkin sedang terluka. Tapi ia belum roboh. Yang dibutuhkan hanyalah keberanian untuk membersihkannya—dari dalam dan dari luar.

Berita Terkait

Kolonel Inf Bangun Siregar Raih Penghargaan UNGGUL Sespimti Dikreg 34 Kalemdiklat Polri 2025
100 Hari Kerja Sachrudin-Maryono, Ulama Apresiasi Langkah Awal dan Serukan Konsistensi
Hari Pers Dunia : Disrupsi Digital dan Merosotnya Idealisme
Ketika Jurnalisme Tak Lagi Menarik di Mata Generasi Muda
Hj.Riyadhoh Rangkuti Pengusaha SPBU kl Simangambat kec Siabu Santuni anak yatim
Jika Ingin Tercapai Indonesia Emas 2045, Segera Hentikan Hujatan, Cemoohan, Pelecehan Terhadap Guru, Kepsek, Dan Sekolah
HPN Banjarmasin Kalsel, Seluruh Rangkaian Kegiatan Acara Menakjubkan
Ke Banjarmasin Mengikuti HPNHati Penuh Suka dan Riang Acara Gempita dan Bernas

Berita Terkait

Sabtu, 21 Juni 2025 - 22:47 WIB

Kolonel Inf Bangun Siregar Raih Penghargaan UNGGUL Sespimti Dikreg 34 Kalemdiklat Polri 2025

Senin, 2 Juni 2025 - 15:30 WIB

100 Hari Kerja Sachrudin-Maryono, Ulama Apresiasi Langkah Awal dan Serukan Konsistensi

Sabtu, 3 Mei 2025 - 17:41 WIB

Hari Pers Dunia : Disrupsi Digital dan Merosotnya Idealisme

Kamis, 1 Mei 2025 - 20:24 WIB

Ketika Jurnalisme Tak Lagi Menarik di Mata Generasi Muda

Selasa, 22 April 2025 - 21:54 WIB

Pilar Keempat Negara Yang Terluka

Selasa, 25 Maret 2025 - 17:50 WIB

Hj.Riyadhoh Rangkuti Pengusaha SPBU kl Simangambat kec Siabu Santuni anak yatim

Selasa, 25 Februari 2025 - 11:29 WIB

Jika Ingin Tercapai Indonesia Emas 2045, Segera Hentikan Hujatan, Cemoohan, Pelecehan Terhadap Guru, Kepsek, Dan Sekolah

Rabu, 12 Februari 2025 - 15:14 WIB

HPN Banjarmasin Kalsel, Seluruh Rangkaian Kegiatan Acara Menakjubkan

Berita Terbaru

Hukum & Kriminal

Polsek Batuceper Ungkap Kasus Curanmor, Empat Pelaku Residivis Dibekuk

Sabtu, 12 Jul 2025 - 11:07 WIB