JAKARTA – Fakta mencengangkan kembali diungkapkan di hadapan publik. Dalam Forum Diskusi Publik bertema “Ruang Digital Anak Aman dan Sehat (PP TUNAS)” yang diselenggarakan oleh Komdigi bekerja sama dengan DPR RI, Habib Idrus Salim Aljufri, Lc., M.B.A., Anggota DPR RI Fraksi PKS periode 2024–2029 sekaligus Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, menyatakan bahwa Indonesia saat ini menduduki peringkat ke -4 dunia dalam kasus eksploitasi seksual anak berbasis digital.
Acara yang digelar secara daring melalui Zoom Meeting ini berlangsung dari pukul 09.00–12.00 WIB dengan diikuti oleh lebih dari 250 peserta dari berbagai latar belakang, mulai dari pendidik, mahasiswa, pegiat literasi digital, hingga orang tua.
Menurut Habib Idrus, ruang digital adalah pedang bermata dua: membuka peluang belajar dan kreativitas, tetapi sekaligus menghadirkan ancaman serius. “Anak-anak kita adalah digital native. Mereka tumbuh dalam dunia yang tidak bisa dilepaskan dari teknologi. Namun, jika ruang digital tidak aman, yang kita pertaruhkan bukan hanya kesehatan mental mereka, tetapi juga masa depan bangsa,” tegasnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menyoroti data bahwa 9,17% pengguna internet di Indonesia adalah anak usia di bawah 12 tahun, tetapi pada saat yang sama konten pornografi, radikalisme, dan kekerasan semakin mudah diakses. Bahkan, fenomena cyberbullying kini menjadi salah satu penyebab utama gangguan psikologis di kalangan remaja.
Diskusi semakin hidup ketika Dr. Rulli Nasrullah, M.Si., akademisi sekaligus pakar literasi digital, memaparkan bagaimana tren gaya hidup dan bahasa anak di ruang digital banyak dipengaruhi oleh game online dan media sosial. Ia menyinggung fenomena FoMO (Fear of Missing Out) yang membuat anak terjebak pada kecemasan sosial.
Sementara itu, Sukmadiarti Perangin-angin, M.Psi., psikolog anak, menambahkan dimensi psikologis. Menurutnya, “Anak cepat meniru tapi belum bisa menyaring informasi. Remaja butuh pengakuan sosial, sehingga ruang digital menjadi cermin pencarian identitas. Jika orang tua hanya melarang tanpa komunikasi, anak akan mencari jalan pintas, bahkan bisa terjerumus pada lingkungan digital berbahaya.”
Peserta forum juga aktif menyampaikan pertanyaan. Siti Rohimah, salah seorang peserta, bertanya bagaimana memastikan rasa aman bagi anak di ruang digital meski ponsel sudah disetting parental control. Menanggapi hal ini, Dr. Rulli menegaskan, “Teknologi hanyalah pagar. Rasa aman sejati datang dari komunikasi terbuka antara orang tua dan anak.”
Menutup sesi, Habib Idrus mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi. “Menjaga ruang digital anak bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tugas DPR, orang tua, pendidik, platform digital, dan masyarakat. Ini adalah ikhtiar kolektif untuk menjaga generasi emas Indonesia,” pungkasnya.
Penulis : abdul
Editor : pjm
Sumber Berita : duadimensi.com